Robiul awal sebentar lagi kita songsong, bulan yang Allah berkahi lahirnya Pemimpin, kekasih dan penghulu para Rosul dan pemberi syafaat atas umatnya, bulan yang dikenal dengan perayaan Mauilid ini hendaknya kita manfaatkan untuk menggali sumber cinta di hati kita sebagai umatnya untuk menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada manusia yang Allah ciptakan dengan bentuk sangat senpurna dari manusia lainnya, yang maqomnya tertinggi sehingga Allah beserta malaikatNya bersalawat atasnya.
Seringkali peringatan maulid Nabi Muhammad
Saw masih dianggap bi’ah yang menyesatkan. Dengan alasan pemurnian
tauhid, sebagian kelompok Islam menolak mentah-mentah peringatan maulid
Nabi, tanpa melihat sisi lain yang mesti tidak boleh diabaikan. Sebab
hukum dalam Islam mesti melihat konteks dan manfaat bagi pelakuknya.
Sehingga tidak serampangan dan tergesa-gesa dalam memutusakan suatu
hukum dalam Islam.
Orang yang berpandangan bahwa peringatan
maulid Nabi tidak boleh dilaksanakan karena takut terjerumus kepada
lembah kemusyrikan, bagi saya hanya bentuk pesimisme yang berlebihan,
sebab peringatan maulid Nabi hanya sebatas bentuk penghormatan dan
ungkapan rasa syukur umat Islam atas kelahiran Nabi Muhammad Saw atau menerbitkan rasa cinta kepada beliau. Berkat
kelahiran beliau kita mengenal Islam dan Iman. Sehingga kehidupan
manusia menjadi beradab dan berperikemanusian.
Nabi sendiri juga mengagungkan hari kelahirannya sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah Swt. Ungkapan syukur nabi diwujudkan dalam bentuk puasa hari tiap Senin. Hal ini secara implisit megegaskan bahwa Nabi juga merayakan hari kelahirannya, hanya saja dalam bentuk yang berbeda dengan perayaan maulid Nabi yang sekarang biasa kita lakukan, namun maksud dan tujuannya sama.
Wajar bilamana umat Islam juga melaksanakan peringatan maulid Nabi, karena bentuk penghormatan dan ungkapan rasa syukur atas kelahiran Nabi merupakan hal penting, agar sosok beliau senatiasa menjadi panutan yang mesti diikuti. Bukankah Allah Swt telah menegaskan dalam Al-Quran bahwa pada diri Rasulullah terdapat suri tauladan yang baik (baca: QS. Al-Ahzab: 21).
Melalui peringatan maulid kita mencoba seolah-olah menghadirkan Nabi Muhammad Saw sebagai upaya agar kita dapat mencontoh beliau. Bukan untuk menyembah atau mengagungkan Nabi secara berlebihan. Dalam Islam itu sudah jelas bahwa hanya Allah Tuhan yang mesti disembah dan Nabi Muhammad hanya sebatas utusan yang diberikan amanah menyampaikan risalahNya kepada umat Manusia.
Pemaknaan Bid’ah
Peringatan maulib Nabi seperti yang kita
lakukan sekarang ini memang tidak pernah dilaksanakan pada waktu Nabi
masih hidup. Karenanya secara sosial kemasyarakatan umat Islam,
peringatan maulid Nabi tergolong bid’ah hasanah, sebab tidak ada ayat
Al-Quran atau hadist yang secara jelas menganjurkan peringatan maulid
Nabi. Namun bila dirunut dari satu persatu isi kandungan maulid Nabi,
seperti dzikir, mendengarkan riwayat hidup Nabi, membaca shalawat,
pujian-pujian kepada Nabi, bergembira atas lahirnya beliau ke muka bumi,
dan bersedekah sebagai jamuan saat maulid, hal tersebut sudah ada dalam
dalil-dalil syara’ dan kaidah-kaidah kulliyat yang telah ada pada masa
Nabi, sehingga dalam perspektif ini maulid nabi tidak tergolong bid’ah.
Lagi pula tidak semua bid’ah tergolong
haram. Sebab jika semua bid’ah haram, otomatis kodifikasi Al-Quran yang
pernah dilakukan Abu Bakar, Umar dan Zaid bin Tsabit yang ditulis dalam
bentuk mushaf juga haram. Oleh karena mereka khawatir akan hilangnya
Al-Quran karena meninggalnya para penghafal Al-Quran, kemudian mereka
memngumpulkannya dalam bentuk mushaf. Jadi, sebenarnya haram tidaknya
suatu bid’ah dalam Islam tetap tergantung kepada maslahah dan
mafsadatnya. Bahkan pernah suatu ketika dalam rangka mengumpulkan umat
Islam agar shalat tarawih dengan satu Imam umar berkata “Ni’matil
Bid’atu Hadzihi (Inilah sebaik-baiknya bid’ah)”.
Termasuk pula misalnya pendirian
pesntren, rumah sakit, panti asukan dan hal lain yang bermanfaat, tidak
haram. Ulama’ memberikan qayid (ikatan hukum) dalam memaknai hadis
“kulla bid’atin dhalalah (setiap bid’ah itu sesat)” dengan bid’ah
sayi’ah (bid’ah buruk). Oleh karena itu semua aktifitas yang belum
pernah dilakukan Nabi pada masanya, namun dilakukan oleh sahabat dan
tabi’in tidak bisa disebut bid’ah. Imam syafi’i pernah berkata, “perkara
yang baru dan menyalahi Al-Quran, sunnah, ijma’ dan atsar adalah bid’ah
dhalalah. Namun suatu hal yang pada dasarnya baik, maka hal itu
terpuji”.
Dalam Al-Quran Allah berfirman “Dan
semua kisah dari para rasul kami ceritakan padamu yang dengannya kami
teguhkan hatimu” (QS. Hud: 120). Sudah jelas, melalui peringatan maulid
Nabi, umat Islam akan mendengarkan sejarah kehidupan Nabi, sehingga
melalui kisah tersebut, umat Islam diharapkan dapat meneguhkan
keimanannya kepada Allah Swt. dan dapat mencontoh Nabi dalam
kehidupannya sehari-hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan tinggalkan komentar ya...